Pengertian khulu’ menurut bahasa, kata khulu’ dibaca dhammah
huruf kho yang bertitik dan sukun lam dari kata khila’ dengan dibaca fathah
artinya naza’ (mencabut).[1] Khulu’ yang diperbolehkan
dalam islam seperti kalimat Khal’a ats-tsaub artinya melepas pakaian. Wanita
diibaratkan pakaian bagi laki-laki. Sebaliknya, laki-laki juga diibaratkan
pakain bagi wanita. Allah swt. berfirman,
Artinya : … mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah
pakaian bagi mereka... (Q.S. Albaqarah : 187).
Khulu’ ialah penyerahan harta yang dilakukan oleh istri
untuk menebus dirinya dari (ikatan) suaminya.[2]
Istilah lain khulu’ adalah tebusan. Karena istri menebus
dirinya dari suaminya dengan mengembalikan apa yang pernah dia terima. Khulu’
dalam pandangan ulama di bidang fikih adalah istri yang memisahkan diri dari
suaminya dengan memberikan sesuatu kepadanya.[3]
Sedangkan menurut pengertian syari’at, para Ulama mengatakan
dalam banyak defenisi, yang semuanya kembali kepada pengertian, bahwasanya Al-Khulu ialah terjadinya perpisahan
(perceraian) antara sepasang suami-isteri dengan keridhaan dari keduanya dan
dengan pembayaran diserahkan isteri kepada suaminya. Adapaun Syaikh Al-Bassam
berpendapat, Al-Khulu ialah “Perceraian suami-isteri dengan pembayaran
yang diambil suami dari isterinya, atau selainnya dengan lafazh yang khusus”[4]
1. Secara
Bahasa; Melepaskan
2. Secara
Istilah; Tuntutan cerai yang diajukan oleh istri dengan mengembalikan mahar
yang diberikan kepadanya .
Landasan diberlakukannya khulu’ berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Nasai dari Ibnu Abbas, dia berkata, Istri
Tsabit bin Qais bin Syammas menemui Rasullah saw. Seraya berkata, wahai
Rasulullah, saya sebenarnya tidak mencela akhlak dan agamanya, tetapi saya idak
ingin menjadi kafir dari ajaran Islam. Rasulullah saw. Lantas menimpali , “Apakah engkau berkenan mengembalikan
kebunnya (tsabit)? Dia menjawab, Iya, saya bersedia. Kemudian Rasulullah
saw. Berkata, “terimalah kebun itu, wahai
Tsabit dan talaklah dia satu kali”.[5]
Dalam Firman Allah swt. Surat Al-baqarah ayat 229 :
[1]
Prof. Dr. Abdul Aziz M. azzam, Prof. Dr. Abdul wahhab Sayed Hawwas, Fiqh Munakahat, Amzah, 2009, Jakarta, h.
297
[2]
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima
Mazhab, Lentera, 2006, Jakarta. H. 456
[3]
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 4,
Cakrawala Publishing, 2009, Jakarta. H. 77
[5]
Sayyid Sabiq, Op.Cit. h. 79
Sign up here with your email

ConversionConversion EmoticonEmoticon