Sita Eksekusi (Executoriaal Beslag)


Sita eksekusi (executoriaal beslag) adalah penyitaan yang bertujuan untuk melaksanakan satu keputusan hakim dalam satu perkara perdata. Sita penjagaan kemudian dapat menjadi sita eksekusi untuk memenuhi keputusan hakim dalam perkara perdata tersebut.[1]

Sita jaminan atau sita revindicatoir yang telah dinyatakan sah dan berharga dalam putusan yang berkekuatan hukum tetap, maka sita tersebut menjadi sita eksekusi.

Dalam melakukan eksekusi dilarang menyita hewan atau perkakas yang benar-benar dibutuhkan oleh tersita untuk mencari nafkah (Pasal 197 ayat (8) HIR/211 RBg).

Yang tidak dapat disita adalah hewan yang benar-benar dibutuhkanuntuk mencari nafkah oleh tersita, misalnya satu atau dua ekor sapi/kerbau yang benar-benar dibutuhkan untuk mengerjakan sawah, sedangkan hewan dan sebuah peternakan dapat disita. Untuk binatang- binatang lain, seperti kuda, anjing, kucing, burung, apabila harganya tinggi dapat disita.

SOP Sita Eksekusi Pengadilan Agama :[2]
  1. Ketua PA/Panitera menerima surat permohonan eksekusi dari Pemohon dan memberikan disposisi kepada Panitera Muda untuk meneliti dan menghitung panjar.
  2. Panitera Muda Gugatan meneliti Kelengkapan berkas dan Menghitung panjar biaya (SKUM) setelah menerima disposisi dari KPA/Panitera.
  3. Panitera /Wakil Panitera pada hari itu juga mempersiapkan penetapan sita eksekusi dari KPA setelah aanmaning paling lama 2 hari setelah Pemohon sita eksekusi membayar SKUM.
  4. Panitera/ Wakil Panitera Melakukan penunjukan Jurusita untuk Melaksanakan eksekusi pada hari itu juga setelah Pemohon Sita Membayar SKUM..
  5. Panitera Muda Gugatan mencatat 10 Menit 5 Menit 2 hari setelah SKUM dibayar 20 Menit 15 Menit ke dalam buku regester eksekusi.
  6. Jurusita Melaksaanakan Pbt pelaksanaan sita eksekusi paling lama 3 hari setelah menerima berkas dari Panitera/Wakil Panitera
  7. Jurusita melaksanakan sita eksekusi
  8. Jurusita Menyerahkan berkas sita eksekusi kepada Panitera/ Wakil Panitera paling lama 1 hari setelah pelaksanaan sita.


Sepanjang sejarah, barulah dengan UU No. 7 Tahun 1989, Badan Peradilan Agama di Indonesia mempunyai juru sita, sebagaimana ditunjuk dalam pasal 38 yang berbunyi : pada setiap pengadilan agama ditetapkan adanya juru sita dan juru sita pengganti.[3]
Dalam pasal 103 jo. Pasal 10, 13,16 KMA/004/Sk/11/92, ter­cantum bahwa tugas juru sita sebagai berikut:[4]
1.      Juru Sita bertugas:
a.     Melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh Ketua Sidang;
b.    Menyampaikan pengumuman-pengumuman, teguran-te­guran, dan pemberitahuan penetapan atau putusan Peng­adilan menurut cara-cara berdasarkan ketentuan undang­undang;
c.     Melakukan penyitaan atas perintah Ketua Pengadilan;
d.     Membuat berita acara penyitaan, yang salinan resminya dise­rahkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
2.      Juru Sita berwenang melakukan tugasnya di daerah hukum Pengadilan yang bersangkutan.



[1] Beslag | Istilah Hukum Belanda-Indonesia – IslamWiki http://islamwiki.blogspot.com/2011/01/beslag-istilah-hukum-belanda-indonesia.html#ixzz1q91RpFM
[2] Draft SOP PA Lamongan
[3] Dr. H. Roihan A. Rasyid, SH., MA. Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta : Rajawali Pers, 2003. H.210
[4] PERAN JURUSITA PENGADILAN AGAMA PASCA UU. NO.7 TAHUN 1989, http://pa-purwodadi.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=36:peran-jurusita-pengadilan-agama&catid=1:latest&Itemid=99
Previous
Next Post »