Sita Marital


Sita marital (Marital Beslag) adalah bentuk sita khusus yang diterapkan terhadap harta bersama suami-istri, apabila terjadi sengketa perceraian atau pembagia harta bersama.[1]
Sita marital tidak didapat dalam HIR atau RBG, melainkan hanya dijumpai di dalam BW (Burgerlijke Wetboek) dan Rsv (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering). Dan ini pun tetap terpakai di pengadilan umum.

Sita marital yaitu Istri (yang tunduk kepada hukum perdata BW) boleh mengajukan permohonan ke pengadilan agar selama dalam masa sengketa perceraian yang sekaligus harta bersama di muka pengadilan, agar si suami tidak memindahkan atau mentransfer harta kekayaan milik bersama tersebut. Sita marital ini dimohonkan oleh istri, sebab menurut BW si itri tidak mungkin menjualkan sebab ia tidak mampu bertindak hukum kecuali atas bantuan suaminya, sehingga yang mungkin menjual atau mentransfer hanyalah suami.[2]

Menurut Sudikno, sita marital ini lebih tepat sita matrimonial, lantaran di Negeri Belanda sendiri kenyataannya bukan hanya istri yang berhak mengajukan tetapi juga suami.[3] Sita marital (Maritaal Beslag) lebih tepat dengan sebutan sita matrimonial karena mengandung makna kesetaraan antara suami – istri dalam perkawinan. Sedang perkataan sita marital mengandung konotasi yangmenempatkan istri di bawah kekuasaan suami dalam perkawinan, yang dikenal dengan lembaga marital macht,  sebagaimana selama ini digariskan dalam pasal 105 dan pasal 106 KUH Perdata.[4]

Hal tersebut menurut Roihan juga sesuai untuk Peradilan Agama, dengan alasan :

  1. Dalam pasal 31 ayat (2) UU No. 1 Th. 1974, dijelaskan bahwa masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Dalam hal ini suami maupun istri sama-sama cakap untuk bertindak seperti dalam ajaran Islam .
  2. Pasal 35 ayat (1) UU No. 1 Th. 1974 menyatakan bahwa harta benda yang didapat dalam perkawinan dianggap harta bersama kecuali ada ditentukan lain.
  3. Suatu kenyataan, bukan sedikit harta benda yang didapatkan oleh suami dalam masa perkawinan yang diatasnamakan istrinya, baik untuk pengamanan maupun krena sebab-sebab lainnya. Jika yang berhak mengajukan permohonan sita hanyalah istri, tentulah dirasakan kepincangan atau ketidak adilan. 
  4. Banyak didapat kasus dimana yang justru sering menggelapkan harta bersama itu adalah si istri.


Sita matrimorial ini sangat diperlukan oleh Peradilan Agama sebab hampir sebagian besar perkara di lingkungan Peradilan Agama menyangkut masalah sengketa suami istri itu dimungkinkan sebagaimana diisyaratkan oleh pasal 24 ayat (2) PP No. 9 th. 1975 jo. Pasal 78 huruf c UU No. 7 th. 1989.

Sekalipun sita matrimorial itu hanya menyangkut barang milik bersama suami istri yang nantinya barang tersebut akan diperhitungkan bagian untuk suami dan bagian untuk istri tertapi pada diktum putusan tetap perlu dinyatakan sah dan berharga supaya daat menjangkau jika ada campur tangan pihak ketiga.[5]

Tujuan utama sita harta bersama adalah membekukan harta bersama suami-istri melalui penyitaan, agar tidak berpindah kepada pihak ketiga selam proses perkara perceraian atau pembagian harta bersama berlangsung.

Dengan demikian pembekuan harta bersama ini berfungsi untuk mengamankan atau melindungi keberadaan dan keutuhan harta bersama atas tindakan yang tidak bertanggung jawab.

Tindakan pengamanan harta bersama dapat berpedoman pada ketentuan Pasal 832 Rv berdasarkan asas kepentingan beracara (process doelmatigheid). jika ada permintaan sita harta bersama menurut Pasal tersebut, proses yang harus ditempuh meliputi tahap penyegelan, pencatatan, penilaian dan terakhir penyitaan.[6]




[1] M. Yahya Harahap, S.H., Hukum Acara Perdata, Jakarta : Sinar Grafika, 2010. H.367
[2] Dr. H. Roihan A. Rasyid, SH., MA. Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta : Rajawali Pers, 2003. H.208
[3] Ibid. Dr. H. Roihan A. Rasyid, SH., MA. H.209
[4] M. Yahya Harahap, S.H., Hukum Acara Perdata, Jakarta : Sinar Grafika, 2010. H.368
[5] Dr. H. Roihan A. Rasyid, SH., MA. Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta : Rajawali Pers, 2003. H.210
[6] M. Yahya Harahap, S.H., Hukum Acara Perdata, Jakarta : Sinar Grafika, 2010. H.369
Previous
Next Post »